Kompas | Selasa, 26 Oktober 2010
AFP/PHOTO FILIPPO MONTEFORTE
Paus Benediktus XVI memimpin misa sekaligus menutup sinode para uskup asal Timur Tengah di Basilika Santo Petrus, Vatikan, Minggu ( 24/ 10).

Vatican City, Senin – Para uskup se-Timur Tengah mengkritik dan menuduh Israel telah menyuburkan konflik di kawasan. Mereka mendesak Israel menerima Resolusi PBB untuk mengakhiri pendudukan dan tidak menggunakan Alkitab untuk melegitimasi ”ketidakadilan” atas Palestina.

Hal itu mencuat dalam komunike para uskup asal Timur Tengah (Timteng) pada penutupan sinode, Minggu (24/10), setelah berlangsung dua pekan di Vatican City. Sinode atau pertemuan besar para uskup Katolik itu terselenggara atas undangan pemimpin tertinggi Gereja Katolik, Paus Benediktus XVI.

Pada Mei lalu, Perdana Menteri Israel menyebutkan bahwa Kitab Suci Kristen menyebutkan 850 kali soal status Jerusalem sebagai milik Yahudi. Para uskup tidak setuju dengan penggunaan Kitab Suci sebagai justifikasi.

Di Vatikan, mereka membahas nasib dan masa depan Kristen, terutama Katolik, di kawasan mayoritas Muslim di Timteng atau Arab.

Sinode para uskup dari Timteng itu dihadiri sekitar 185 orang, di antaranya sembilan uskup agung dari gereja purba dan lainnya adalah perwakilan dari 13 komunitas Kristen di Timur Tengah. Seorang rabi Yahudi dan dua ulama Muslim juga turut hadir.

Para uskup mengatakan, mereka telah melakukan sebuah ”refleksi” atas penderitaan dan ketidaknyamanan wilayah, di mana Israel hidup, dan tentang status Jerusalem, kota suci umat Kristen, Yahudi, dan Muslim.

Mereka mengecam semua bentuk terorisme, sikap antisemitisme, sekaligus juga menyalahkan Israel sebagai pemicu konflik di kawasan.

Banyak kasus menonjol yang dicatat para uskup sebagai penyubur konflik, terutama di Palestina, seperti pendudukan atas Palestina, pembangunan tembok pemisah oleh Israel di Tepi Barat, keberadaan pos-pos pemeriksaan militer, tahanan politik, dan pembongkaran rumah warga Palestina. Israel juga menjadi pengganggu kehidupan sosial ekonomi warga Palestina.

Eksodus umat dari tempat asal mula Kristen di Timteng adalah tema utama pertemuan para uskup. Katolik telah menjadi minoritas di kawasan. Keberadaannya terancam konflik, diskriminasi, dan masalah ekonomi. Pemeluk Katolik hanya 1,6 persen dari populasi dan Kristen seluruhnya hanya 5,62 persen.

Berilah kebebasan

Komunike para uskup dibacakan pada hari Sabtu. Paus menutup sidang para uskup dengan misa di Basilika Santo Petrus, Minggu. Paus menyerukan agar Arab memberi ruang bagi kebebasan beragama dan terciptanya perdamaian di Timteng.

Paus meminta Arab menghargai Kristen, kelompok minoritas di Timteng. Semua pihak di wilayah itu agar tidak pernah lelah berjuang menghidupkan perdamaian dan kebebasan beragama. ”Timteng telah menjadi korban konflik, lokasi kekerasan, dan terorisme,” kata Paus.

Menurut Paus, Timteng memang sudah memberi ruang yang luas bagi kebebasan beragama. Namun, ketika kebebasan itu hendak diaplikasikan dalam bentuk ibadah, justru ruang untuk itu sangat dibatasi.

Dalam khotbahnya, Paus Benediktus XVI mengatakan, ”Perdamaian itu dimungkinkan dan memang mendesak. Perdamaian adalah obat mujarab untuk mencegah eksodus dari Timteng.”

Kebebasan beragama adalah ”salah satu hak asasi manusia, dan setiap negara harus menghargainya”. Tema ini telah lama menjadi subyek dalam dialog Katolik dengan Islam.

Sementara itu, Israel mengatakan, sinode para uskup Timur Tengah telah dibajak musuh-musuh Yahudi. ”Kami kecewa, sinode yang amat penting ini telah menjadi forum serangan politik terhadap Israel dalam sejarah terbaik propaganda Arab,” kata Wakil Menteri Luar Negeri Israel Danny Ayalon, Minggu. ”Sinode dibajak oleh mayoritas anti-Israel,” katanya.

Juru bicara Departemen Luar Negeri Israel, Yigal Palmor, justru mengatakan, Israel adalah satu-satunya negara di Timteng yang menjamin kebebasan beragama. Hal itu ditandai dengan terus berkembangnya populasi umat Kristen dari tahun ke tahun. Tahun lalu ada 151.700 umat Kristen di Israel. Jumlah itu naik dari 132.000 orang pada tahun 1999 dan hanya 107.000 orang pada dua dekade lalu.

Palmor mengkritik pernyataan para uskup bahwa Israel telah menggunakan Alkitab untuk melegitimasi ”ketidakadilan” terhadap warga Palestina. Ia mengatakan, Israel tidak pernah melakukan tindakan seperti itu. ”Biarlah dia yang tidak pernah berdosa untuk melemparkan batu pertama,” kata Palmor mengutip sebuah ayat Alkitab.

Palestina menyambut baik

Kepala Perunding Palestina Saeb Erakat, Minggu, menyambut baik seruan para uskup Katolik terhadap masyarakat internasional untuk mengakhiri pendudukan Israel atas tanah Palestina. Ia mengatakan, orang Kristen merupakan ”bagian integral dari rakyat Palestina”. Ia menyalahkan Israel karena emigrasi dari Tanah Suci, yang ia katakan sebagai ”kerusakan-kerusakan serius … bagi prospek masa depan negara kita”.

Erakat menambahkan, ”Kami mendukung seruan sinode kepada masyarakat internasional untuk selalu menegakkan nilai-nilai universal tentang kebebasan, martabat, dan keadilan.”

Dia juga mengatakan, masyarakat internasional harus menjunjung tinggi tanggung jawab moral dan hukum demi diakhirinya pendudukan tak sah oleh Israel. (AP/AFP/CAL)