Kecelakaan Kereta Diduga akibat Kelalaian
Kompas Minggu, 3 Oktober 2010 | 03:11 WIB
KOMPAS/BAHANA PATRIA GUPTA
Petugas dan relawan berusaha menyelamatkan korban tabrakan antara Kereta Api Argo Bromo Anggrek tujuan Surabaya dan KA Senja Utama tujuan Semarang, tidak jauh dari Stasiun Petarukan, Kecamatan Petarukan, Pemalang, Jawa Tengah, Sabtu (2/10). Peristiwa yang terjadi pada pukul 02.45 pagi tersebut menewaskan 36 penumpang KA Senja Utama dan melukai 40 penumpang lainnya. KA Senja Utama ditabrak dari belakang oleh KA Argo Bromo Anggrek saat menunggu sinyal.
PEMALANG, KOMPAS – Kelalaian manusia diduga menjadi penyebab kecelakaan kereta api, Sabtu (2/10) pukul 02.45, sekitar 100 meter sebelah barat Stasiun Petarukan di Desa Serang, Kecamatan Petarukan, Kabupaten Pemalang, Jawa Tengah. Hingga pukul 18.00, sebanyak 36 penumpang tewas.
Dalam peristiwa itu, KA Senja Utama jurusan Jakarta-Semarang yang berhenti di jalur tiga ditabrak dari belakang oleh KA Argo Bromo Anggrek jurusan Jakarta-Surabaya.
Selain korban tewas, ada 40 korban luka berat dan ringan.
Selain di Pemalang, kecelakaan kereta api juga terjadi di Stasiun Purwosari, Solo, Jawa Tengah, Sabtu (2/10) pukul 02.39. Kereta api ekonomi Gaya Baru Malam terserempet kereta api eksekutif Bima. Akibatnya, seorang penumpang tewas dan empat orang luka-luka. Semuanya penumpang KA Gaya Baru Malam.
Setidaknya, ada delapan kecelakaan yang merenggut belasan atau lebih nyawa sejak tahun 1968. Di antaranya, tabrakan KA L406 listrik dari Jakarta dengan KA cepat L306 dari Bogor di Depok yang merenggut 43 nyawa tahun 1968, tabrakan KA 255 jurusan Rangkasbitung-Jakarta dengan KA 220 jurusan Tanahabang-Merak di Bintaro yang menyebabkan 138 orang tewas tahun 1987 serta tabrakan KA Empu Jaya dengan KA Gaya Baru di Stasiun Ketanggungan Barat, Brebes, yang menewaskan 52 orang tahun 2001.
Dalam kecelakaan di Pemalang, aparat kepolisian masih mendalami penyebabnya. Dugaan sementara, kecelakaan itu akibat kelalaian manusia karena sistem sinyal tidak ada masalah.
”Tidak ada kerusakan pada sistem. Yang jelas terdapat kesalahan, apakah itu dari masinis atau dari operator di stasiun (masih didalami),” kata Kepala Kepolisian Daerah Jawa Tengah Inspektur Jenderal Edward Aritonang saat meninjau lokasi kecelakaan.
Berdasarkan data kepolisian, KA Argo Bromo Anggrek tetap berjalan meski lampu sinyal menyala merah yang seharusnya pertanda KA harus berhenti. ”Diperkirakan masinis mengantuk,” kata Kepala Hubungan Masyarakat PT Kereta Api Daerah Operasi IV Semarang Sapto Hartoyo.
Polisi masih meminta keterangan sembilan saksi mata termasuk masinis KA Argo Bromo Anggrek M Halik Rusdiyanto, asisten masinis KA Argo Bromo Anggrek Djiono, petugas pengatur perjalanan KA Stasiun Petarukan Aji Subowo, Kepala Stasiun Petarukan Heri Budi Santoso, pegawai PT KA Rustono, dan beberapa warga.
Menteri Perhubungan Freddy Numberi di lokasi kejadian mengatakan, pihaknya akan berkoordinasi dengan Komisi Nasional Keselamatan Transportasi dan Polri untuk mengetahui penyebab kecelakaan.
Pejabat lain yang meninjau lokasi kecelakaan dan rumah sakit tempat korban dirawat, antara lain, adalah Direktur Utama PT KA Ignasius Jonan, Menteri Negara BUMN Mustafa Abubakar, dan Menteri Kesehatan Endang Rahayu Sedyaningsih.
Akibat kecelakaan, gerbong terakhir (gerbong nomor 9) KA Senja Utama hancur karena tertabrak KA Argo Bromo Aggrek dan terseret beberapa meter. Gerbong nomor 8 terguling.
Korban luka berat dan ringan dirawat di Rumah Sakit Umum Daerah Dr M Ashari, RS Santa Maria, Rumah Sakit Islam Al Ikhlas Pemalang, rumah sakit di Pekalongan, dan RS Dr Kariadi Semarang. Semua korban meninggal dan luka merupakan penumpang KA Senja Utama.
Proses evakuasi korban berlangsung hingga pukul 10.30, sedangkan pemindahan gerbong berlangsung hingga sore hari. Untuk menyelamatkan para korban yang terluka dan tertindih gerbong, selama proses evakuasi, tim medis dari Puskesmas Klarean, Petarukan, memberikan infus kepada korban.
Hingga Sabtu petang, 21 korban meninggal di ruang jenazah RSUD dr Ashari Pemalang teridentifikasi. Sisanya dalam proses identifikasi oleh Tim Forensik Polda Jawa Tengah dan tim medis rumah sakit.
Di Jakarta, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono melalui Juru Bicara Kepresidenan Julian Aldrin Pasha dalam keterangan pers menyatakan keprihatinan mendalam dan turut berbelasungkawa kepada korban dan keluarganya.
Presiden Yudhoyono menginstruksikan pejabat terkait melakukan investigasi menyeluruh atas penyebab kecelakaan. Siapa pun yang lalai harus diberi sanksi.
Gubernur Jawa Tengah Bibit Waluyo juga menyatakan prihatin atas kecelakaan yang terjadi. Bibit menilai, hal itu tidak terlepas dari persoalan manajemen PT KA.
Ketua Umum Masyarakat Transportasi Indonesia yang juga Guru Besar Transportasi Universitas Gadjah Mada Danang Parikesit, di Bandung, menyatakan, PT KA harus menjalankan sistem keselamatan transportasi perjalanan KA secara disiplin. Hal itu diharapkan bisa menghindarkan KA dari kemungkinan musibah seperti yang terjadi di Petarukan.
Bukan hanya masinis
Pengamat kereta api dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Taufik Hidayat, meminta semua pihak menahan diri terkait penyebab tabrakan di Petarukan. Sepatutnya ada investigasi mendalam untuk mengetahui penyebab kecelakaan dan langkah pembenahannya.
”Saya tidak yakin bila hanya masinis yang bersalah dalam kasus ini. Setiap kecelakaan kereta api tidak pernah hanya disebabkan oleh faktor tunggal,” kata Taufik di Jakarta. Taufik minta data logger di tiap stasiun diperiksa.
Hal serupa disampaikan pengamat perkeretaapian, Moch S Hendrowiyono. ”Masinis salah karena melanggar sinyal dan kemudian menabrak kereta yang berhenti. Namun, apakah deadman pedal yang ada di lokomotif berfungsi,” katanya.
Dalam lokomotif, ada deadman pedal, sebuah pedal yang diinjak dan diangkat secara bergantian oleh masinis. ”Jika proses injak-angkat tak dilakukan karena masinis mengantuk atau tertidur, alarm akan berbunyi dan lokomotif akan berhenti. Apakah sistem itu berfungsi atau tidak menjadi tanggung jawab pengelola,” kata Hendrowiyono yang mengaku banyak bertanya kepada koleganya di lapangan untuk mengetahui tabrakan itu.
Hendrowiyono mengemukakan, seharusnya masinis diganti pada pukul 01.00 di Stasiun Pekalongan. Namun, saat tabrakan terjadi di Petarukan—sebelum Stasiun Pekalongan—pada pukul 03.00 dini hari, masinis masih bekerja. ”Mungkin masinis sudah tidak fit lagi,” katanya.
Taufik menambahkan, skenario lain, andai saja wesel cepat-cepat dikembalikan ke jalur lurus karena KA Senja Utama Semarang sudah masuk jalur belok, tabrakan tak perlu terjadi meski Argo Bromo Anggrek melanggar sinyal. Jadi, persoalan sinyal dan wesel juga menjadi titik utama dalam penyelidikan.(ILO/WIE/SIN/EKI/HAR/GAL/ADP/NDY/BDM/RYO)