Tribunnews.com | Abdul Qodir | Senin, 25 Oktober 2010

Publik masih pro-kontra soal masuknya nama mantan Presiden Soeharto menjadi calon Pahlawan Nasional. Di luar nama penguasa Indonesia selama 32 tahun itu, nama Sayed Idrus bin Salim Aldjufrie juga tengah dikaji Dewan Tanda Jasa dan Tanda Kehormatan (DTJTK) menjadi calon Pahlawan Nasional.

Setelah ditelusuri, ternyata Sayed Idrus bin Salim Aldjufrie adalah kakek kandung Menteri Sosial (Mensos) Salim Segaf Al Jufri. “Iya, itu memang kakek saya sendiri,” kata Mensos Salim Segaf ketika dikonfirmasi wartawan seusai Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi VIII di Gedung DPR, Jakarta, Senin (25/10/2010).

Salim menjelaskan bahwa berkas pencalonan kakeknya telah berada di meja kerjanya selama berbulan-bulan. Bahkan pencalonan itu, menurut Salim, telah dilakukan sebelum dirinya menjabat sebagai Mensos sejak Oktober 2009 lalu.

Menurut Salim, awalnya dirinya tidak langsung meneruskan berkas tersebut kepada tim di Kemensos yang bertugas melakukan verifikasi. “Tapi terakhir saya berpikir saya tidak berhak lagi, karena ini sudah milik umat bukan milik saya lagi,” ujar Salim.

Jadilah berkas pencalonan Sayed Idrus masuk ke tim verifikasi dan dinyatakan lolos. Selanjutnya berkas tersebut bersama dengan sembilan calon pahlawan lainnya di kaji oleh DTJTK dan belum diputuskan hingga saat ini.

Salim membantah jika dirinya bersama keluarga mengintervensi proses pencalonan kakeknya. Politikus Partai Keadilan Sejahtera ini juga membantah dirinya mengintervensi proses verifikasi tingkat Kemensos.

Menurut Salim, pencalonan kakeknya murni dilakukan oleh masyarakat Sulteng kepada pemerintah daerah Sulteng yang dilanjutkan ke Kemensos. “Saya tidak pernah mengatakan kepada tim saya didukung atau tidak didukung, saya persilakan mereka,” tegas Salim.

Di mata Salim, sosok Sayed Idrus sendiri bukanlah orang yang istimewa. Dia melihat Sayed Idrus sebagai orang tua biasa. “Ya saya melihat dia biasa-biasa saja, keluarga juga melihat biasa-biasa saja. Mungkin dia punya kelebihan-kelebihan sehingga layak menjadi pahlawan nasional. Tetapi tim yang punya kewenangan untuk mengkaji,” kata Salim.

Sayed Idrus merupakan pendiri Yayasan Pendidikan Islam Alkhairaat yang berpusat di Palu, Sulteng.

Seperti dikutip dari http://www.alkhairaat.or.id, Sayed Idrus merupakan pendiri Yayasan Pendidikan Islam Alkhairaat yang berpusat di Palu, Sulteng. Yayasan tersebut memiliki ribuan sekolah madrasah dan pesantren dengan berbebagai jenjang yang tersebar di kawasan Indonesia Timur.

Sayed Idrus yang sering dipanggil Guru Tua bukanlah kelahiran Indonesia. Pria yang memiliki gelar Habib ini lahir di Taris, Hadramaut, Yaman Selatan pada 14 Sya’ban 1319 Hijriah atau 18 Maret 1891.

Sayed Idrus kemudian hijrah ke tanah Jawa yang kemudian dilanjutkan ke Sulawesi untuk memberikan dakwah Islam dan mendirikan sekolah-sekolah madrasah dan pesantren. Sayed Idrus wafat pada 12 Syawal 1389 Hijriah bertepatan dengan 22 Desember 1969 dan dimakamkan di Kota Palu.

Selain dicalonkan menjadi pahlawan, nama Sayed Idrus juga diusulkan oleh Wali Kota Palu Rusdy Mastura supaya diabadikan menjadi nama bandara di Palu. Rusdy mengusulkan nama bandara di wilayahnya yang semula bernama “Mutiara” diubah menjadi SIS (Sayed Idrus bin Salim) Aldjufrie.

“SIS Aldjufrie sudah dianggap pahlawan oleh warga Kota Palu, oleh karena itu sudah layak agar namanya diabadikan sebagai nama bandara,” kata Rusdy Mastura.(*)